Post Truth Kritik Posmo Dalam Pertarungan Politik Tahun 2024 secara etimologi Post Truth berasal dari dua kata dalam bahasa Inggris. Kata post merupakan bentuk prefix dari kata after yang memiliki arti (setelah atau pasca). Sedangkan kata Truth adalah bentuk kata benda dari kata sifat true. Truth memiliki arti quality or state of being true (kualitas atau keadaan yang benar). Jika disatukan Post Truth memiliki arti pasca kebenaran. Kemudian disebut era post-truth atau era pascakebenaran karena dalam rentang masa ini penggunaan akal yang melandasi kebenaran dan pengamatan fakta sebagai basis pengukuran obyektifitas seakan-akan tak penting dalam mempengaruhi opini, pemikiran, maupun perilaku publik (Surharyanto, 2019:39). Menurut Kamus Oxford, ‘post-truth’ diartikan sebagai istilah yang berhubungan dengan situasi dimana keyakinan dan perasaan pribadi lebih berpengaruh dalam pembentukan opini publik dibanding fakta-fakta yang obyektif (Keyes 2004).
Keyes (2004) dalam Kapolkas (2019:11) mengatakan bahwa post truth adalah hilangnya batas antara kebohongan dan kebenaran. Dalam fenomena post truth kebenaran adalah soal penegasan. Berita bohong sekalipun dapat dipercaya oleh publik ketika dikatakan secara berulang kali. Era Post Truth dalam pertarungan politik tahun 2024 akan dipastikan terjadi karena pergolakan sosial media yang kian masif digunakan untuk menyuarakan pendapat dan dukungan kepada salah satu pasang calon yang bertanding nantinya. Pada tahun politik 2024 yang paling terkenal adalah Pilpres 2024 yang sebentar lagi akan diselenggarakan. Pemilihan presiden ini bukanlah hal yang sederhana dan dapat dimenangkan hanya dengan bermodalkan uang saja. Akan tetapi banyak yang harus digunakan salah satunya adalah kekuatan sosial media.
Post Truth Sangat Mengerikan Dalam Dunia Maya
McQuail dalam Teori Komunikasi Massa (2011:43) mengatakan bahwa media baru atau new media adalah berbagai perangkat teknologi dengan digitalisasi dan memiliki ketersediaan yang luas sebagai alat komunikasi. Ciri dari media baru adalah adanya keterhubungan antar pengguna, ada akses antara penerima dan pengirim pesan, memiliki kegunaan yang beragam karena sifatnya yang terbuka serta dapat digunakan dimana saja. Namun yang sangat menandai sebuah media baru adalah Internet. Penemuan internet menjadi gerbang masuknya media baru dan inovasi lainnya dibidang teknologi. Straubhaar, (2012:4) menyatakan media baru mempengaruhi budaya kita dengan gaya hidup yang baru, menciptakan lapangan pekerjaan baru, menuntut peraturan baru dan memunculkan masalah sosial yang baru. Dengan adanya media sosial ini yang terhubung dengan internet tentu saja akan menghubungkan banyak orang sekaligus dan akan meningkatkan jumlah interaksi antar pengguna di media digital.
Penggunaan sosial media dan internet sebagai bahan promosi dan juga meningkatkan nama dan elektabilitas salah satu pasang calon adalah strategi politik yang harus dilakukan oleh calon Presiden nantinya karena selain harganya yang murah juga bisa mendapatkan banyak atensi dari masyarakat digital. Laporan We Are Social menunjukkan, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 167 juta orang pada Januari 2023. Jumlah tersebut setara dengan 60,4% dari populasi di dalam negeri (dataindonesia.id, 2023). Dengan jumlah pengguna sosial media yang masif tersebut tentu saja akan sangat efektif untuk melakukan kampanye di sosial media. Tak mengherankan jika banyak elit partai politik dan para politikus sudah memiliki sosial media dengan pengikut yang banyak.
Sosial media ini bisa digunakan untuk membantu mereka memberikan suara dan bahkan mendulang dukungan dari masyarakat disosial media yang tersebar dari penjuru negeri. Dengan adanya sosial media tentu saja akan membantu menghemat tenaga dan bahkan bisa menarik dukungan dengan harga yang murah. Akan tetapi, selain dari dampak positif sosial media bagi era perpolitikan yang akan terjadi di tahun 2024 juga menyimpan hal yang berbahaya. Hal tersebut adalah Post-Truth yang akan memutarbalikkan fakta dan mencoba untuk mendapatkan dukungan dari narasi-narasi negatif dan bahkan menjatuhkan nama seorang calon yang akan berlaga di perpolitikan nasional. Bahkan sebelum tahun 2024 sudah banyak narasi-narasi Post-Truth atau bisa dikatakan Hoax terbangun dari jejaring sosial media belakangan ini.
Pengamat Komunikasi Politik dan Intelijen Keamanan Dr. Susaningtiyas Kertopati mengungkapkan fenomena post-truth lekat dengan politik, dan di Indonesia dengan masyarakat yang terpolarisasi dapat berekskalasi menjadi tindak kekerasan. Di Indonesia, post-truth berkelindan dengan politik identitas, khususnya sentimen agama dan etnis. Hal ini berpotensi mengancam stabilitas keamanan nasional. Di tengah masyarakat yang terpolarisasi akibat dukungan politik dan politisasi SARA, dapat berekskalasi pada tindak kekerasan dan konflik. Sementara itu, Peneliti Senior LIPI Prof. Siti Zuhro, M.A., Ph.D menyatakan bahwa dalam melihat fenomena post-truth ini, perlu ditilik juga sistem dan praktik demokrasi yang kini diterapkan di Indonesia. Demokrasi Indonesia, yang bersifat prosedural, belum substantif, dengan sistem partisipatoris dan sistem multipartai memberikan dampak pada fragmentasi kekuatan-kekuatan politik, termasuk fragmentasi di masyarakat. Jika ini tidak dikelola dengan bagus, ini akan jadi boomerang. Menurutnya fragmentasi ini dipengaruhi juga dengan adanya kesenjangan sosial dan ekonomi (lemhannas.go.id, 2023).
Dua pandangan dari tersebut posisi Post-Truth akan membahayakan sekaligus memberikan dampak negatif bagi perpolitikan nasional. Lalu, akankah era Post-Truth terjadi di pertarungan politik tahun 2024? Jawabannya adalah pasti akan terjadi. Post-Truth identik dengan narasi-narasi yang mengolah emosional pembacanya sehingga menyampingkan fakta dan tergerak hanya dengan mengandalkan emosi semata. Berita atau postingan dengan tendensi menguak dan mengolah emosional pembaca dapat digolongkan sebagai Post-Truth yang dimainkan untuk menjatuhkan lawan politik atau bahkan untuk mendukung seorang calon.
Contoh paling sederhana dalam era Post-Truth nanti ada banyak sekali yang sudah disebarkan oleh buzzer atau lawan politik. Misalnya, Ganjar Perintahkan Sejumlah Orang Rusak Atribut Anies di Jember (medcom.id, 2023). Dari judul yang didapatkan dari artikel cek fakta yang berusaha untuk mengklarifikasi dan memberikan pembenaran terhadap fakta-fakta dari berita yang tersebar di media sosial. Fakta sebenarnya bukanlah seperti itu karena Ganjar sendiri tidak pernah memberikan perintah kepada sejumlah orang untuk merusak atribut Anies di Jember dan tidak akan mungkin seceroboh itu dalam mengambil tindakan. Post-Truth yang dimainkan disini bukanlah terletak pada kesalahan pemberitaan yang dibawakan tapi pada titik emosional pembaca yang berusaha dimainkan oleh para pembuat berita ini untuk menggiring opini buruk terhadap Ganjar.
Post-Truth sesuai dengan definisi yang dijelaskan diawal berisi situasi dimana keyakinan dan perasaan pribadi lebih berpengaruh dalam pembentukan opini publik dibanding fakta-fakta yang obyektif. Dari penjelasan ini bisa ditarik benang merah terhadap peristiwa banyaknya buzzer-buzzer politik yang bertebaran di media sosial terutama instagram dan twitter untuk membangun persepsi negatif terhadap calon tertentu. Dari postingan tersebut bisa saja nantinya akan ada beberapa orang yang terkena Post-Truth tersebut dan mempercayai bahwa benar Ganjar menyuruh sejumlah orang untuk merusak atribut dari Anies di Jember dan berkomentar bahwa Ganjar serta membawa-bawa Partai Politik semisal PDIP orang-orangnya jahat-jahat dan lain sebagainya.
Dari sini terlihat bahwa orang-orang secara sederhana akan mempercayai secara emosional terlebih dahulu suatu postingan yang berkenaan dengan kondisi dan keyakinan yang mereka percayai. Jika sedari awal tidak ingin memilih Ganjar dan bahkan mendukung Anies tentu saja akan memiliki persepsi yang sangat kuat bahwa berita ini benar karena mereka mementingkan perasaan pribadi dan keyakinan lebih besar dibandingkan dengan fakta-fakta objektif yang mungkin sudah ada klarifikasinya. Begitulah Post-Truth bekerja dalam dunia perpolitikan nantinya. Akan banyak sekali akun-akun anonim dan buzzer yang akan melemparkan fakta dan berita-berita buruk tentang satu calon dan mengangkat calon lain yang membayar mereka. Post-Truth sudah terang-terangan dimainkan dalam memulai kampanye politik dan akan terlihat nantinya pada tahun 2024.
Tentu saja Post-Truth ini dimainkan dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengerti tata cara komunikasi dan bahasa yang persuasif serta menyasar orang-orang awam yang tidak mengerti sama sekali tentang keadaan objektif sebenarnya. Dengan cara tersebut akan mudah untuk memutarbalikkan fakta dan menggulung opini pemilih ke arah yang diinginkan. Post- Truth akan tersebar dan banyak dimainkan pada dunia sosial media dan bisa saja secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan persuasi kepada masyarakat yang membacanya. Tidak hanya akun anonim bisa saja akun-akun elit politik juga turut meramaikan situasi dengan memberikan statement tersendiri terkait opininya kepada calon politik tertentu.
Baca Juga: Pengantar Sosiologi Terhadap Kesenjangan Fasilitas Pendidikan
Pada intinya Post-Truth memainkan sistem bawah sadar manusia dan memainkan gejolak emosional serta keyakinan mereka terhadap sesuatu. Jika sesuatu tersebut tersinggung dan dibawa dalam suatu postingan pasti akan langsung menyerang pembaca tersebut baik secara positif maupun negatif. Jika fakta yang diberikan adalah salah, namun langsung dipercaya karena adanya kedekatan emosional misalnya adalah pendukung Ganjar pastinya akan menolak segala bentuk hoax atau fakta tertentu, misalnya Ganjar gagal menuntaskan kemiskinan di Jawa Tengah dan ini adalah fakta benar (viva.co.id, 2023). Akan tetapi, bisa saja ditepis oleh para pendukung Ganjar dengan alasan memang Jawa Tengah dari dulu banyak kemiskinan dan tidak akan mudah diselesaikan. Padahal fakta yang terjadi di lapangan adalah benar bahwa Ganjar memang gagal dalam menuntaskan kemiskinan di Jawa Tengah.
Begitulah Post-Truth memainkan emosional dan keyakinan para pembaca yang berusaha disetir kearah yang diinginkan oleh pembuatnya apakah bergerak ke arah positif atau negatif. Post-Truth adalah sarana terbaik dalam memainkan dan mendominasi permainan politik tahun 2024 dengan cara yang mudah dan harga yang murah.
Referensi:
Dataindonesia.id. (3 Februari, 2023). Pengguna Media Sosial di Indonesia Sebanyak 167 Juta pada 2023. Diakses pada 24 Juni 2023 dari https://dataindonesia.id/internet/detail/pengguna-media-sosial-di-indonesia-sebanyak- 167-juta-pada-2023.
Joseph Straubhaar, R. L. (2012). Media Now: Understanding Media, Culture, and Technology. Boston: Michael Rosenberg. Kapolkas, I. (2018). A Political Theory of Post Truth. Klaipeda, Lithuania: Palgrave Macmillan.
Keyes, R. (2004). The Post-Truth Era: Dishonesty and Deception in Contemporary Life. New York: St. Martin’s Publishing Group.
Lemhannas.go.id. (30 April, 2019). Politik Post-truth Berpotensi Ancam Stabilitas Keamanan. Diakses pada 24 Juni 2023 dari https://www.lemhannas.go.id/index.php/berita/berita-utama/608-politik-post-truth- berpotensi-ancam-stabilitas-keamanan.
MC Quail, Denis (2011). TEORI KOMUNIKASI MASSA. Jakarta : Salemba Humanika.
Medcom.id. (19 Mei, 2023). [Cek Fakta] Ganjar Perintahkan Sejumlah Orang Rusak Atribut Anies di Jember? Cek Faktanya. Diakses pada 24 Juni 2023 dari https://www.lemhannas.go.id/index.php/berita/berita-utama/608-politik-post-truth- berpotensi-ancam-stabilitas-keamanan.
Suharyanto, C. E. (2019). ANALISIS BERITA HOAKS DI ERA POST-TRUTH: SEBUAH REVIEW. Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi.
Viva.co.id. (29 Mei, 2023). LSI Denny JA: Ganjar Gagal soal Isu Kemiskinan di Jawa Tengah. Diakses pada 24 Juni 2023 dari https://www.viva.co.id/berita/politik/1604426-lsi-denny-ja-ganjar-gagal-soal-isu- kemiskinan-di-jawa-tengah.