Penjajahan Dunia Barat Melalui Teknologi di Negara Dunia Ketiga

Penjajahan Dunia - Sumber Netzpolitik
Penjajahan Dunia - Sumber Netzpolitik

Penjajahan Dunia Barat Melalui Teknologi di Negara Dunia Ketiga dengan berbagai kekuatan yang dimiliki tentu akan menjadikan hal ini mudah untuk dilakukan. Dunia barat erat dengan teknologi maju yang diproduksi setiap saat dan hampir setiap tahunnya memiliki terobosan terbaru untuk setiap produk yang dijualnya diseluruh dunia. Pandangan ini memberikan satu sisi yang tidak dapat dipungkiri bahwa negara-negara lain termasuk di antaranya adalah negara berkembang atau negara dunia ketiga menggantungkan produksi teknologi dari barat. Indonesia, Malaysia, Vietnam dan masih banyak negara lain menggantungkan teknologi baik sektor industri maupun alat komunikasi. Semakin lama dan semakin tingginya spesifikasi teknologi tersebut tentu membuat harga jual dan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat di negara dunia ketiga menjadi tinggi. Selain itu, dengan kualitas teknologi yang mumpuni negara barat mampu membuat negara-negara berkembang lain tunduk dan selalu bergantung terhadap produk negara mereka. Penjajahan dalam teknologi oleh dunia barat di negara dunia ketiga semakin terlihat jelas ekornya.

Edward Said dalam karyanya yang berjudul Orientalisme menuliskan delik sepemahaman bahwa pandangan barat tentang dunia timur dipengaruhi oleh hubungan imperialisme dan kolonialisme. Said menunjukkan bagaimana pandangan ini tidak objektif dan sangat dipengaruhi oleh ras, gender, dan kelas, serta memperlihatkan bagaimana pandangan ini mempengaruhi hubungan antar negara (2001:2). Pengalaman dunia timur sebagai yang terjajah dan dunia barat yang menjajah adalah satu dari sekian faktor sampai saat ini kebiasaan dan konstruksi sosial tersebut tidak dapat dihilangkan. Pemahaman bahwa negara dunia ketiga adalah konsumen sedangkan negara barat adalah produsen. Tidak hanya itu, negara barat juga dianggap sebagai rajanya teknologi dan menjadi negara maju berkat usahanya padahal banyak negara dunia ketiga yang menyumbangkan darahnya untuk kemajuan negara maju tersebut.

Penjajahan Dunia Dengan Teknologi Tidak Disadari

Said (l996b : 40) menyatakan imperialisme berarti praktik, teori, dan sikap dari suatu pusat metropolitan yang menguasai wilayah yang jauh; kolonialisme yang hampir selalu merupakan konsekuensi imperialisme adalah dibangunnya pemukiman-pemukiman di wilayah-wilayah yang jauh. Praktik kolonialisme gaya baru dalam dunia modern saat ini dilapisi oleh skema teknologi yang memberikan tawaran menggiurkan kepada negara berkembang untuk bisa bangkit menjadi maju. Akan tetapi, banyak jebakan dan kesepakatan yang dianggap sangat merugikan negara berkembang termasuk penyedotan sumber daya alam dan penjualan bahan mentah yang mereka tidak tahu harga aslinya di pasar global. Penjajahan ini semakin terlihat dengan banyaknya produk-produk barat di pasar global maupun lokal yang menjuarai persaingan dagang sehingga keuntungan dari penjualan tersebut digunakan untuk menjajah negara lainnya. Produk transportasi, komunikasi, makanan, minuman, franchise, bahkan rokok menjadi produk impor yang didatangkan dari negara barat.

Penjajahan Dunia - Sumber Linkedin
Penjajahan Dunia – Sumber Linkedin

Orientalisme dengan demikian bisa dimaknai sebagai konstruksi historis terhadap masyarakat dan budaya Timur sebagai “sesuatu yang asing”, seringkali bahkan dilihat sebagai sejenis alien atau objek yang indah dan eksotis. Akan tetapi, sebaliknya, Timur juga sering dianggap sebagai kasar, bodoh, barbaris, irrasional, bejat moral, kekanak-kanakan,“berbeda”. Orang-orang Timur ditampilkan sebagai mahluk yang mudah dikecoh, tidak mempunyai energi dan inisiatif, suka menjilat, berpura-pura, dan licik. Orang Timur adalah pembohong- pembohong karatan, mereka malas, dan mencurigakan. Sedangkan, Barat menganggap dirinya rasional dan berbudi luhur, “normal”. Mereka adalah penalar yang cermat; semua pernyataannya mengenai fakta, bebas dari semua bentuk kekaburan. Ia adalah logikawan alami sekalipun mungkin ia tidak mempelajari logika; ia memiliki pembawaan yang skeptis dan menuntut bukti sebelum menerima kebenaran dari sesuatu, intelegensinya yang terlatih bekerja laksana sebuah mesin (Said, 1996a: 49&51).

Orientalisme dapat dipahami sebagai wacana yang memperlihatkan perbedaan yang fundamental antara “kami orang Barat” dan “mereka orang Timur”. Barat, dengan demikian memiliki legitimasi untuk mengatur dan menguasi Timur. Dalihnya adalah Timur tidak bisa mengatur dirinya sendiri dan membebaskannya dari kebodohan. Timur yang lemah dan tidak berenergi membutuhkan Barat yang kuat. Timur direkonstruksi, disusun kembali, diukir, ringkasnya dilahirkan kembali. Pandangan dari Edward Said ini semakin meyakinkan kita bahwa masyarakat barat saat ini memandang masyarakat timur sebagai sesuatu objek yang mudah dimanfaatkan dan mudah untuk dikendalikan. Pengendalian ini termasuk salah satunya lewat penjajahan dalam bentuk teknologi. Bagaimana tidak, produk yang kita pegang setiap hari misalnya smartphone yang diproduksi oleh barat misalnya Iphone. Browsernya oleh Google, Search Engine oleh Google, Email oleh Google, bahkan langkah kita mau kemana saja dikendalikan oleh Google lewat Google Maps.

Kondisi ini jika dipandang sepele dan barat marah terhadap suatu negara sehingga mematikan layanannya maka bisa dipastikan negara akan terisolasi serta tidak mampu berjalan dengan normal. Masyarakat akan chaos dan tidak dapat menikmati layanan seperti sedia kala. Inilah yang membuat masyarakat negara ketiga kemudian menggantungkan hidup dan kehidupannya pada negara barat. Jika sudah seperti ini maka bisa dipastikan bahwa sejauh dan sepintar apapun kita tidak akan dapat mengungguli barat dalam teknologi. Pandangan Edward Said menjadi nyata jika kita melihat fakta pada hari ini bagaimana sebuah hegemoni yang dilemparkan oleh barat melalui teknologi mereka kemudian menjadi konsumsi sehari-hari di masyarakat dunia ketiga.

Baca Juga: Post Truth Kritik Posmo Dalam Pertarungan Politik Tahun 2024

Penjajahan dalam bentuk teknologi ini juga tidak hanya dalam bentuk fisik tetapi juga mempengaruhi sosial dalam masyarakat. Konstruksi sosial kemudian berubah menjadi bentuk baru dari pola penjajahan yang dilakukan oleh barat ini. Kecanggihan atau kecerdasan atau kehebatan seseorang diukur dari teknologi yang digunakan. Jika dia memakai produk dari barat misalnya Iphone dirinya terlihat kaya, hebat, borjuis, pintar dan memiliki kelas sosial yang tinggi. Hal ini tentu berbeda dengan orang yang tidak menggunakan produk impor dari barat yang dipandang sebelah mata dan dianggap kaum tidak mampu. Konstruksi sosial sebagai dasar dari pandangan ini beranggapan bahwa kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial (Hidayat, 2009:13). Selain itu, proses sosial yang terbentuk melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif (Berger & Luckman, 1996).

Oleh karena itu, membahas penjajahan barat dengan teknologi di negara dunia ketiga menjadi poin penting untuk dibahas tidak hanya dengan teori orientalisme dari Edward Said yang memang secara kritis mengkritik barat. Akan tetapi, perlu diingat juga bahwa kemungkinan adanya teknologi sebagai alat sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat negara berkembang juga karena konstruksi sosial yang dibangun oleh masyarakatnya. Tentu dengan pandangan kedua hal ini akan semakin meningkatkan keyakinan kita bahwa teknologi secara tidak langsung digunakan oleh negara barat untuk menjajah negara dunia ketiga dan konstruksi sosial yang dibangun bisa disebabkan karena framing yang dilakukan oleh barat untuk mendukung produk mereka berjaya di negara berkembang.

Referensi:

Said, Edward W. 2001. Orientalisme. Bandung: Penerbit Pustaka.

Said, Edward W. l996a. Orientalisme (penerjemah Asep Hikmat). Bandung: Pustaka.

Said, Edward W. l996b. Kebudayaan dan Kekuasaan. Membongkar Mitos Hegemoni Barat. Bandung: Mizan.

Peter L Berger and Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality A Treatise in the Sociology of Knowledge, (New York: 1966).