Stigmatisasi masyarakat terhadap pelaku penyimpangan seksual LGBT dewasa ini kian masif dan semakin merajalela di kota-kota besar di Indonesia. Hal ini tentu saja memberikan keresahan bagi masyarakat terutama yang menolak dengan tegas adanya pelaku penyimpangan seksual di lingkungan mereka. Pelaku penyimpangan seksual tidak mengenal wilayah baik itu desa maupun kota mereka ada dimana- mana melakukan kebiasaan yang dianggap tidak normal oleh kebanyakan orang. Foucault (1988) menyikapi bahwa sebuah normalisme merupakan suatu produk dari industrialisasi yang didirikan pada standarisasi proses industri, kekuatan tubuh (jangka waktu secara ekonomi) dan mengurangi gaya yang sama (Sennet, 2002). Sedangkan Link (2009) memahami gagasan normalisme sebagai elemen dasar masyarakat modern. Menormalkan suatu tindakan penyimpangan seksual bukanlah sebuah hal yang mudah terutama bagi masyarakat Indonesia yang memiliki kultur berbeda dengan barat.
LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) menjelma menjadi ancaman yang berpotensi merusak di segala lini kehidupan, dari agama, budaya, sosial, ekonomi, dan politik. Orientasi seksual yang beragam di Indonesia sebelum munculnya istilah LGBT merupakan kondisi yang wajar-wajar saja, kemudian dianggap menjadi penyimpangan bahkan penyakit bagi masyarakat. Hal tersebut terjadi karena kategorisasi atau penyempitan makna lewat identitas lesbian, gay, biseksual dan transgender yang menjadi dasar persengketaan dengan heteroseksual (Huda, 2022). Wajar bila masyarakat menganggap bahwa pelaku penyimpangan seksual adalah orang-orang yang sesat dan jauh dari norma yang ada di Indonesia terutama norma agama dan kesusilaan. Hal ini membuat mereka mendapatkan stigmatisasi dan diskriminasi dari masyarakat jika ketahuan memiliki penyimpangan seksual tersebut.
Stigmatisasi dan diskriminasi terhadap pelaku penyimpangan seksual dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yang pertama diskriminasi atas nama agama (Yansyah, 2018; Koeswinarno dan Mustolehudin, 2017); kedua diskriminasi oleh negara (Shah, 2013); ketiga berislam dengan orientasi seksual di luar hereroseksual (Boellstroff, 2005). Roby dan Rahayu menjelaskan adanya diskriminasi terhadap minoritas seksual datang dari ormas Islam (Yansyah, 2018:140) yang mempertegas bahwa LGBT merupakan perbuatan yang menyimpang dan pastinya melanggar ajaran Islam. Pelaku penyimpangan seksual seperti LGBT sangat keras dilarang dalam agama terutama islam karena dianggap sebagai pelaku sesat yang mencari kenikmatan di luar dari perintah yang ditetapkan oleh tuhan sehingga melampaui batasan yang ada. Hal ini justru menimbulkan stigma yang lebih negatif kepada para pelaku penyimpangan seksual dari orang-orang atau kelompok keagamaan yang kental menyuarakan perlawanan terhadap LGBT.
Dengan stigma negatif sebagai orang-orang abnormal dan pendosa tersebut membuat teman-teman LGBT sering kali mendapatkan perlakuan diskriminasi, bahkan di dalam institusi terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Berdasarkan laporan United Nations Development Programs (UNDP) pada 2014 dalam Being LGBT in Asia: Indonesia Country Report, setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan LGBT memilih untuk meninggalkan keluarganya (Oetomoe dan Suvianita, 2013). Pertama, desakan yang besar untuk menikah secara heteroseksual dan kedua, kepercayaan terhadap agama di kalangan masyarakat Indonesia. Stigma ini kemudian terus berkembang terutama kepada para pelaku penyimpangan seksual yang sudah terekspos ke publik dan diketahui sebagai bagian dari LGBT sehingga rentan akan mendapatkan kekerasan bahkan diskriminasi dalam hidupnya.
Menurut Erving Goffman (1963), stigma adalah segala bentuk atribut fisik dan sosial yang mengurangi identitas sosial seseorang, mendiskualifikasikan orang itu dari penerimaan masyarakat. Stigma yang diberikan kepada pelaku penyimpangan seksual LGBT dari masyarakat umum membuat mereka mendapatkan bentuk pengurangan identitas sosial karena dianggap sebagai pendosa dan dapat menghancurkan nama baik diri sendiri maupun keluarga. Mereka yang sudah mendapatkan stigma seperti ini biasanya akan dijauhi oleh masyarakat bahkan akan mendapatkan celaan, cacian dan makian dari orang-orang terdekat maupun lingkungannya karena penyimpangan yang mereka lakukan. Jadi istilah stigma itu mengacu kepada atribut-atribut yang sangat memperburuk citra seseorang.
Menurut Goffmann (1963), stigma adalah atribut yang sangat negatif yang dilekatkan oleh orang “normal” kepada orang-orang yang dianggap menyimpang dari ekspektasi warga masyarakat pada umumnya, dalam konteks interaksi sosial secara langsung maupun tidak langsung. Stigma yang dilekatkan kepada para pelaku penyimpangan seksual ini adalah hal- hal yang benar-benar negatif seperti pendosa, orang sesat, melawan tuhan, tidak taat agama, dan penyematan-penyematan kata-kata negatif lainnya. Hal ini bukan tidak mungkin karena memang pelaku penyimpangan seksual ini berusaha mencari kenikmatan dengan melakukan hubungan sesama jenis dan bahkan melakukan operasi kelamin hanya untuk diri mereka sendiri. Hal inilah yang dilihat oleh sebagian masyarakat indonesia sebagai hal yang buruk dan mengkhawatirkan jika menular kepada generasi penerus bangsa. Mereka dianggap sebagai benalu dalam masyarakat dan menciptakan degradasi moral yang berdampak buruk bagi masyarakat. LGBT tidak saja merubah kodrat manusia, tetapi juga berimbas pada timbulnya kejahatan baru atau kriminalitas, jika kejahatan itu dibiarkan, maka akan berakibat buruk pada masa depan bangsa Indonesia, yaitu terjadinya degradasi moral bangsa, bahkan dapat merusak peradaban manusia Indonesia di masa depan (Mulyono, 2012).
Stigmatisasi Masyarakat Sangat Pedas
Stigma sendiri dapat dilekatkan begitu saja oleh masyarakat kepada sesuatu baik itu individu maupun masyarakat. Stigma ini berlaku secara luas di masyarakat karena memang dampak yang ditimbulkan sangat besar terutama bagi para pelaku penyimpangan seksual yang diketahui identitasnya. Mereka dalam dunia sosial akan terasingkan dan tidak mendapatkan atensi dari orang-orang sekitarnya. Sejalan dengan hal tersebut, Niko (2015) mengungkapkan Stigma yang beragam dari masyarakat ini muncul akibat kurangnya pemahaman masyarakat mengenai HIV dan AIDS secara menyeluruh. Kebanyakan dari pelaku penyimpangan seksual distigmakan sebagai penginap HIV/AIDS padahal tidak semua dari mereka mengidap penyakit tersebut. Hal inilah yang semakin menciptakan jurang yang sangat dalam dari perbedaan antara orang-orang LGBT dengan orang-orang yang normal. Baik dari sisi agama, kesehatan, norma maupun adat istiadat di Indonesia. Ajaran agama Islam contohnya, seorang muslim bukan diperintahkan untuk melaksanakan kewajiban saja tetapi juga mencegah kemungkaran. Jika terjadi sebuah penyimpangan terhadap ajaran agama (LGBT) terutama jika dilakukan oleh yang juga beragama Islam, maka sesuatu yang wajar jika mereka menolak pelaku dan perilaku seksual menyimpang LGBT. Berdasarkan pandangan agama, LGBT merupakan sebuah penyimpangan dari kehendak Tuhan, bahwa seharusnya lelaki berpasangan dengan wanita dan begitu juga sebaliknya (Ardhiyoko, 2021).
Diskriminasi terhadap kelompok LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) terjadi di dalam berbagai bentuk, termasuk di dalam dunia kerja. Di banyak tempat, pekerja LGBT menghadapi diskriminasi di dalam pasar tenaga kerja, mulai akses terhadap pekerjaan, penerapan sistem kerja, pemecatan, penolakan akan kesempatan pelatihan dan promosi, serta akses terhadap perlindungan sosial. Hal itu dialami karena orientasi seksual mereka yang berbeda (Miyamoto, 2014). Inilah yang menjadi salah satu akibat dari proses stigma di masyarakat adanya sebuah diskriminasi yang dilakukan terhadap para pelaku penyimpangan seksual LGBT tersebut. Rata-rata dari mereka kesusahan mendapatkan pekerjaan atau mendapatkan tekanan di tempat kerjanya karena orientasi seksual yang mereka miliki.
Dalam hukum di Indonesia juga membahas mengenai masalah ini sebutlah misalnya UU nasional, Pasal 28J (2) UUD NRI 1945, Pasal 69 (1), dan 73 UU HAM No. 39/1999, telah ditentukan pembatasan yang intinya bahwa setiap orang yang memiliki HAM juga harus menghormati HAM orang lain, menghormati pembatasan yang ditentukan oleh UU, memenuhi persyaratan moral, etika, tata tertib kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, nilai-nilai agama, serta menjaga keamanan dan ketertiban umum masyarakat demokratis. Dalam peraturan perundang-undangan telah ditetapkan pembatasan bahwasanya pernikahan yang diakui adalah pernikahan yang dilangsungkan secara sah (Pasal 28B UUD NRI 1945), pernikahan dianggap sah jika dilaksanakan berdasarkan ketentuan agama, dan pernikahan adalah dilakukan oleh seorang pria dan wanita (UU Perkawinan No. 1/1974). Pasal 292 KUHP menyebutkan “hukuman bagi pelaku persetubuhan sejenis kelamin dengan orang belum dewasa yaitu dikenakan penjara paling lama lima tahun. Pasal 492 RUU KUHP hanya melarang persetubuhan sejenis kelamin dengan orang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, dikenakan hukuman penjara paling singkat satu tahun paling lama tujuh tahun. Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur secara jelas syarat-syarat perkawinan diantaranya harus dengan lawan jenis (Sofyarto, 2018).
Perkawinan bertujuan salah satunya untuk melestarikan umat manusia. Sangat kontras bila dibandingkan dengan kaum LGBT yang merupakan penyuka sesama jenis. Apabila dilegalkan, LGBT tentu akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah di Indonesia. Mulai dari menurunnya angka kelahiran karena sudah pasti sesama jenis tak bisa bisa menghasilkan keturunan, hingga masalah lainnya seperti yang sudah disinggung diatas yaitu keresahan masyarakat yang merasa keamanan hidupnya terusik, hingga retaknya keutuhan bangsa yang terpecah belah menjadi golongan pro dan kontra LGBT. Pasal 5 ayat (3) Undang-undang Pornografi pada intinya berbunyi tentang pelarangan atas tindakan seksual, penetrasi dan hubungan seks pada pasangan sejenis, anak-anak, orang meninggal dan hewan. Hal ini menjelaskan bahwa LGBT di indonesia dilarang meskipun belum ada peraturannya secara jelas (Sofyarto, 2018).
Stigmatisasi masyarakat kepada pelaku penyimpangan seksual terus bertambah dan berkembang secara luas bahkan masuk kepada aturan-aturan negara yang masih melarang perihal tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa diskriminasi yang dialami oleh pelaku penyimpangan seksual bahkan sudah mencapai level negara yang tidak dapat ditoleransi kembali karena masalah yang mereka perbuat. Memang pada kenyataannya pelaku penyimpangan seksual melakukannya karena keinginan pribadi dan bahkan tidak mengganggu orang lain, akan tetapi norma sosial dan pancasila belum merestui perkara tersebut. Inilah yang membuat masih banyaknya masyarakat di Indonesia yang belum tersentuh untuk terbuka apalagi menerima dengan lapang dada pelaku penyimpangan seksual di lingkungan mereka.
Salah satu contoh diskriminasi yang dilakukan masyarakat terhadap para pelaku penyimpangan seksual seperti pada pemberitaaan Goriau.com tahun 2018 memberitakan aksi pasangan Lesbi, Gay, Biseksual Transgender (LGBT) membuat marah masyarakat di Kenagarian IV Koto Pulau Punjung, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya. Apalagi pasangan tersebut memposting perbuatan mesum mereka di Facebook. Perilaku abnormal itu dilakukan dua orang pria asal Solok, berinisial R (30) yang bekerja sebagai pedagang roti bakar di Jalinsum depan RSUD Sungai Dareh, dan pasangannya A (28), yang berjualan pakaian bekas di Pulau Punjung dan tinggal di Simpang Pogang, Kenagarian IV Koto Pulau Punjung, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya. Tak ingin kampungnya ternoda oleh ulah pelaku, masyarakat sekitar akhirnya mengusir pasangan LGBT itu. Pihak kepolisian yang datang akhirnya mengamankan pelaku di Mapolsek Pulau Punjung (Goriau.com, 2018).
Aksi pengusiran ini adalah salah satu bentuk diskriminasi yang masih terjadi terhadap para pelaku penyimpangan seksual khususnya LGBT di Indonesia. Banyak kejadian serupa terjadi yang disebabkan karena stigmatisasi masyarakat yang menganggap bahwa hadirnya mereka di lingkungan tersebut hanya akan merusak citra kampung tersebut bahkan lebih daripada itu akan menimbulkan bencana jika tidak segera diusir. Dengan pemahaman tersebut masyarakat lebih banyak menolak hadirnya para pelaku penyimpangan seksual ini sehingga memberikan akses yang kurang terhadap keterbukaan mereka di ranah publik. Inilah yang membuat banyak pelaku penyimpangan seksual seperti LGBT tidak pernah terekspos di publik atau memperkenalkan dirinya secara langsung sebagai bagian dari komunitas pelangi tersebut. Efek yang didapatkan semisal mereka melakukan hal tersebut sudah pasti langsung dirasakan baik dari lingkungan sekitar, pekerjaan, keluarga, orang tua, teman, bahkan rutinitas sehari- hari pun bisa kacau hanya karena masalah tersebut. Stigma negatif inilah yang terus-menerus terbangun dari dekade ke dekade karena memang perilaku penyimpangan seksual ini masih belum tuntas dan masih terus akan ditolak oleh masyarakat Indonesia selama masih adanya norma hukum dan pengaruh agama.
Stigmatisasi masyarakat yang negatif terhadap teman-teman LGBT muncul karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai sexual orientation, gender expression, and gender identity (SOGIE). Killerman (2011, dalam Laazulva 2013) memberikan pengertian mengenai SOGIE melalui skema The Gender Beard Person yaitu Gender Identity adalah di mana seorang individu merasa nyaman menjadi seorang laki-laki atau perempuan bisa sesuai dengan jenis kelaminnya atau tidak sesuai. Gender Expression adalah cara pandang individu merepresentasikan dirinya di lingkungan dengan budaya tertentu. Ekspresi gender berkaitan dengan maskulin dan feminin, tetapi ada juga gender nonconforming (androginy: tidak mempermasalahkan mau berpenampilan seperti apa). Biological Sex adalah jenis kelamin sesuai dengan organ-organ reproduksi ketika seseorang dilahiran. Secara umum, hanya ada laki-laki dan perempuan, tetapi ada kemungkinan seorang individu lahir dengan dua jenis kelamin (intersex). Orientasi Sexual adalah kecenderungan untuk menyukai lawan jenis atau sesama jenis berdasarkan ketertarikan emosional, fisik dan seksual.
Stigmatisasi dalam masyarakat terhadap para pelaku penyimpangan seksual LGBT di Indonesia masih sangat kuat dan memberikan sumbangsih yang signifikan terhadap diskriminasi. Hal inilah yang membuat banyak pelaku penyimpangan seksual cenderung menutup dirinya dari dunia luar dan hanya berinteraksi dengan orang-orang yang dipercayainya saja bahkan dalam melakukan perbuatan tersebut mereka cenderung sembunyi-sembunyi untuk menutup akses dari jangkauan masyarakat dan dari stigma yang akan mereka dapatkan. Inilah alasan yang melatarbelakangi banyaknya pelaku penyimpangan seksual yang mencari korban atau pasangan sejenisnya dari sosial media atau aplikasi kencan untuk mendapatkan kepuasan tanpa harus muncul di publik.
Akhirnya, tulisan ini dibuat sebagai wawasan tambahan terkait stigmatisasi yang banyak terjadi kepada para pelaku penyimpangan seksual LGBT di Indonesia termasuk diantaranya rata-rata adalah stigma negatif yang berhubungan dengan identitas mereka sebagai pelaku maksiat, pendosa, sampah masyarakat, perusak moral, dan bahasa-bahasa menjijikkan lainnya yang biasa dilontarkan oleh masyarakat secara langsung maupun di sosial media. Perlunya pengawasan terhadap generasi muda dan cermat dalam memilih lingkungan serta konten yang dikonsumsi menjadi alternatif perlindungan agar terhindar dari bahaya penyimpangan seksual LGBT. Orang-orang tanpa penyimpangan ini bisa saja terbawa oleh arus dan menjadi penikmat karena lingkungan yang salah. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan orang tua, keluarga, pemerintah serta masyarakat untuk sama-sama melawan penyimpangan seksual agar moralitas dan generasi penerus bangsa dapat terlindungi.
Referensi:
Sennet, Richard. 2002. Flesh and Stone: The Body and the City in Western Civilization. London: Pinguin Book.
Link, J. (2009). Versuch u ̈ber den Normalismus. Wie Normalita ̈t produziert wird. [An attempt on normalism. How normalism is produced]. Gottingen: Vandenhoeck & Ruprecht.
Huda, Miftahul. 2022. Merunut Stigmatisasi Minoritas Seksual di Indonesia. https://rumahcemara.or.id/wp-content/uploads/2022/10/Merunut-Stigmatisasi- Minoritas-Seksual-di-Indonesia.pdf. Diakses tanggal 21 Desember 2023.
Yansyah, Roby, dan Rahayu. 2018. “Globalisasi Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT: Perspektif HAM dan Agama dalam Lingkup Hukum di Indonesia.” Jurnal Law Reform Volume 14(1).
Koeswinarno, dan Mustolehudin. 2017. “Islam, Gay, and Marginalization: a Study on the Religious Behaviours of Gays in Yogyakarta.” Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies Vol. 7(1).
Shah, Shanon. 2013. “The Malaysian Dilemma: Negotiating Sexual Diversity in a Muslim-Majority Commonwealth State.” dalam Human Right, Sexual Orientation and Gender Identity in The Commonwealth, disunting oleh C. Lennox dan M. Waites. London: Institute of Commonwealth Studies.
Boellstroff, Tom. 2005. “Between Religion and Desire: Being Muslim and Gay in Indonesia.” American Anthropologist 107(4).
Oetomo, D dan K. Suvianita. 2013. Laporan LGBT Nasional Indonesia- Hidup Sebagai LGBT di Asia. Bali. Goffman, Erving. 1963. Stigma, Notes on the Management of Spoiled Identity. London: Penguin.
Adimas Ardhiyoko, Jamal Wiwoho, and Yudho Taruno Muryanto, “The Justice System in Indonesia with the Application of the Green Constitution in Mining Dispute Resolution,” Proceedings of the International Conference on Environmental and Energy Policy (ICEEP 2021) 583, no. Iceep (2021): 234–37, https://doi.org/10.2991/assehr.k.211014.050.
Miyamoto, Michiko. 2014. KETENAGAKERJAAN: Orientasi Seksual Berbeda, LGBT Masih Alami Diskriminasi di Dunia Kerja. https://cpps.ugm.ac.id/ketenagakerjaan-orientasi-seksual-berbeda-lgbt-masih- alami-diskriminasi-di-dunia-kerja/. Diakses 21 Desember 2023.
Sofyarto, Karlina. “Abu-Abu Regulasi LGBT Di Indonesia.” Selisik 4, no. 6 (2018): 84– 94.
Laazulva, I. 2013. Menguak Stigma, Diskriminas dan Kekerasan pada LGBT di Indonesia. Arus Pelangi: Jakarta.
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me.
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.
Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me. https://accounts.binance.info/register?ref=IJFGOAID
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me.
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!
Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me.
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me? https://www.binance.com/si-LK/register?ref=V2H9AFPY
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you. https://accounts.binance.com/vi/register?ref=WTOZ531Y
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me.
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.